Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan dari keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahawasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahawasanya Nabi Muhammad S.A.W adalah hamba dan rasul-Nya.
Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah (Al-Quran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (As-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.

Saturday, January 30, 2010

Penyucian Jiwa.. (Tazkiyah an Nafs)

 

Allah SWT berfirman: 
"...dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaanNya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya." (QS.Asy-Syams : 7-10). 

Aspek tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), merupakan salah satu aspek yang harus mendapat perhatian dari seorang insan muslim yang mendambakan hadirnya ketenteraman jiwa dalam dirinya, jiwa yang redha kepada Allah dan Allah pun redha kepadanya, jiwa yang tenteram (annafsul muthma'innah) tersebut akan mengiringinya menghadap Allah SWT.. 

Sehingga masuklah ia ke dalam hamba-hamba Allah yang diredhai dan Allah menganugerahkan kepadanya syurgaNya yang luasnya seluas langit dan bumi. Islam memberikan perhatian yang bersifat yang besar terhadap permasalah tazkiyatun nafs ini sebagaimana termaktub dalam nas-nas yang terdapat dalam Al-Quran dan As Sunnah. 

Nas-nas tersebut akan membimbing pribadi-pribadi muslim yang cinta kepada Allah menuju kepada timbulnya ketenteraman jiwa, yang akan menumbuh dan menyuburkan iman, yang akan menghindarkan dirinya dari kehampaan jiwa, kegersangan iman dan keputusasaan akan rahmat Allah. Penyucian jiwa juga merupakan salah satu tujuan penting daripada diutusnya para Rasul oleh Allah SWT sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayatNya berikut ini:

"...sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kamu kepada Alkitab dan Al Hikmah." (QS.Al-Baqarah : 151). 

Allah SWT telah menjelaskan dan memberikan petunjuk dalam ayat-ayatNya mengenai jenis-jenis nafs (jiwa) sekaligus menunjukkan peringkat-peringkatnya, sehingga kita dapat berjalan menuju penyucian jiwa itu dengan melalui peringkat-peringkat nafs tersebut. Jenis dan peringkat jiwa/nafs tersebut adalah sebagai berikut: 


1. An-Nafsul Ammarah bis-Su'. 

Allah SWT berfirman: 
"....kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan." (QS.Yusuf : 53). 

An-Nafsul Ammarah bis-Su' adalah jiwa (nafs) yang selalu menyuruh kepada kejahatan, jiwanya menjauhi pertentangan terhadap kemaksiatan, tunduk dan taat kepada kehendak hawa nafsu dan godaan-godaan syaitan. 


2. An-Nafsul Lawwamah. 

Allah SWT berfirman: 
"Dan aku bersumpah dengan jiwa yang sangat menyesali (dirinya sendiri)." 
(QS.Al-Qiyamah : 2). 

An-Nafsul Lawwamah adalah jiwa (nafs) yang menyesali dirinya. Kerananya nafs itu mencerca pemiliknya ketika dia menyedari dirinya masih melakukan kelalaian dalam pengabdiannya kepada Allah. 


3. An-Nafsul Muthma'innah. 

Allah SWT berfirman: 
"Hai jiwa yang tenteram, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam syurgaKu." (QS.Al-Fajr : 27-30). 

An-Nafsul-Muthma'innah adalah jiwa (nafs) yang tenteram/tenang, jiwa yang suci, penuh ketundukan, kepatuhan, dan ketaatan hanya kepada Allah semata, hawa nafsu sudah tidak bisa mengusik/mengajaknya lagi kepada kemaksiatan. Titik tolak proses menuju penyucian jiwa adalah berawal dari membenci dan memerangi terhadap berbagai hawa nafsu yang akan membinasakan diri (mujahadatun-nafs). .


Rukun-Rukun (Utama) bagi Mujahadatun-Nafs.. 

Allah SWT berfirman: 
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami." (QS.Al-Ankabut : 69). 

Ayat tersebut merupakan suatu petunjuk bahwa jalan menuju penyucian jiwa dalam rangka mencapai redha Allah membutuhkan kesungguhan dan pengorbanan serta keikhlasan, dan atas usaha tersebut Allah akan menunjukkan jalannya. 

Adapun rukun-rukun Mujahadatun Nafs yang terdapat dalam nash Al-Quran dan As Sunnah antara lain adalah: 


1. Uzlah (mengasingkan diri). 

Uzlah di sini bukanlah bermaksud menjauhkan diri dari keramaian manusia, menyendiri di suatu tempat yang sepi atau memutuskan hubungan dengan keduniawian, kerana hal-hal tersebut bertentangan dengan tatacara kehidupan yang diatur oleh Islam, sedang Islam menyuruh untuk bergaul dengan baik, berkumpul dengan sehat, beramah-tamah atau bersahabat dengan mereka yang suka kepada kebaikan. 

"Seorang mukmin yang bergaul dengan orang banyak dan sabar atas tindakan-tindakan mereka, lebih baik dari orang yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak sabar atas tindakan-tindakannya yang menyakitkan." (HR.Ahmad). 

Uzlah di sini maksudnya adalah beruzlah dari kekufuran, kemunafikan, kefasikan, beruzlah dari orang kafir, dari orang munafik, dari orang fasik serta beruzlah dari tempat-tempat yang penuh dengan caci maki terhadap ayat-ayat Allah dan Sunnah Rasul. Allah SWT berfirman: 

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka. Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu, dan telah nyata antara kami dan kamu bermusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah." (QS.Mutahanah : 4). 

"Dan apabila melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan itu), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)." (QS.Al-An'am : 68). 

Jadi semua bentuk uzlah itu dilakukan terhadap kesesatan dan orang-orang yang sesat. Inilah kaidah umum bagi seorang muslim dalam persoalan uzlah dan pergaulan (khalthah). Dengan demikian kita mengetahui kapan uzlah itu mutlak wajib dalam untuk dilaksanakan. 


2. Ash Shumtu (berdiam diri). 

Allah SWT berfirman: 

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa berbuat demikian kerana mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi pahala yang besar. (QS.An-Nisa : 114). 

Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah bertutur kata yang baik atau diam." (HR. Bukhari). 

Lisan adalah pantulan dari diri kita. Memelihara lisan sesuai dengan ajaran Allah merupakan salah satu perkara terpenting bagi manusia. Bagaimana manusia memelihara lisan dari dosa dan banyak bercakap, menggunakannya untuk perkara-perkara yang baik semuanya itu memerlukan pengekangan diri atau hawa nafsu. Membiasakan diri untuk diam merupakan awal dari pembiasaan menimbang kata-kata sebelum dilontarkan. 

Sesungguhnya berlebih-lebihan dalam pembicaraan merupakan salah satu faktor dari tertutupnya hati . Diam yang merupakan awal dari pengekangan lisan, namun pembicaraan itu wajib dilontarkan dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar. 


3. Al-ju' (lapar) 

Rasulullah SAW bersabda: 
"Kalian wajib susah, kerana sesungguhnya susah itu merupakan kunci hati." Mereka bertanya, "Bagaimana susah itu wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Tundukkan hawa nafsu kalian dengan lapar dan jadikan ia dahaga!" (HR.Thabrani dengan sanad yang hasan).

Dari hadits ini kita melihat bagaimana lapar memungkinkan untuk menjadi ubat bagi jiwa dalam salah satu keadaan dan salah satu penyakitnya. 

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda: 
"Wahai pemuda, jika diantara kamu telah ada yang mampu untuk menikah, menikahlah! Sebab itu sangat baik untuk memelihara penglihatan dan kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa sebab puasa itu menjaga nafsu syahwat." (HR. Bukhari). 

Dari hadits ini diketahui bagaimana lapar menjadi ubat bagi jiwa dalam beberapa kondisi. Dengan kedua hadits tersebut, kita mengetahui bahwa lapar menjadi ubat bagi sebagian keadaan jiwa. Makan sampai merasa kenyang adalah boleh dengan catatan seseorang tersebut tidak mengikuti semua kehendak hawa nafsunya, yang tidak boleh adalah makan kenyang terus-menerus, kerana hal itu akan mematikan hati. Oleh kerana itu Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya mengatakan: 

"Makanan bagi manusia sekedar menegakkan tulang punggungnya. Kalau tidak, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga lagi untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas. (HR.Tirmidzi). 


4. As-Saharu (berjaga malam) 

Allah SWT berfirman: 
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat untuk khusyuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan." (QS.Al-Muzzammil : 6). 

Melakukan ibadah pada malam hari sangat berat bagi semua orang, kerana itulah Allah memberikan keutamaan dibanding dengan waktu-waktu yang lain. Ibadah pada malam hari memberi pengaruh terhadap kejernihan jiwa yang tidak didapati pada saat-saat yang lain. Demikian uraian yang berkaitan dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), mujahadatun nafs, dengan harapan semoga Allah membimbing kita dalam melaksanakan penyucian jiwa ini. 

Allah SWT berfirman yang maksudnya: 
"Dan adapun orang-orang yang takut kebenaran Tuhannya dan menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya. (QS.An-Nazi'at : 41).

1 comment:

Anonymous said...

salam, mintak copy artikel rukun mujahadah..